Setiap muslim wajib berdakwah, sesuai dengan kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi masing-masing. Berikut ini tafsir QS An-Nahl:125 tentang kewajiban dan cara dakwah.
Allah Swt berfirman:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS An-Nahl:125).
Dalam ayat lain disebutkan, dakwah juga termasuk "mencegah kemunkaran" atau memberantas kemaksiatan.
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung" (QS Ali ‘Imran: 104).
Pengertian Ud'u
Ayat tersebut merupakan salah satu dalil tentang keajiban dakwah. Ayat dakwah ini diawali dengan kata ud'u yang artinya "serulah" atau "berdakwaklah".
Buya Hamka menafsirkan "hikmah" adalah dengan cara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih”
Makna Mau’idzatul Hasanah
Mau’idzatul Hasanah berasal dari wa’adza yang artinya nasihat. Mau'izah hasanah artinya nasihat yang baik. Menurut Sayyid Quthb, mau’idzatul hasanah adalah “‘nasihat yang baik’ yang bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus".
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menafsirkan “Mau’idzatul Hasanah” adalah “pengajaran yang baik, dan pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat, sebagai pendidikan dan tuntunan.
Makna Jidal
Cara dakwah ketiga dalam QS An-Nahl:125 ini adalah "jadilhum billati hiya ahsan" (berdebat dengan argumentasi yang lebih baik) atau jidal.
Sayyid Quthb dan Buya Hamka menjelaskan kata ud’u adalah "serulah" yang berasal dari fi’il amr (perintah) untuk menyeru ke jalan Allah.
Dalam bahasa Arab fi’il amr berarti tuntutan mengerjakan sesuatu, jadi menyeru atau dakwah adalah sebuah tuntutan. Menurut Al-Alusi kenapa kata ud’u di sini tidak di sebutkan maf’ul bih karena untuk menunjukan keumuman, sehingga seruan dakwah adalah untuk umat seluruhnya, tanpa terkecuali.
Syekh Abu Bakar Jabir Al Jazairi menafsirkan Sabili Robbika adalah ketaatan kepada Allah untuk mendapatkan keridhoan-Nya.
Dengan perbedaan beberapa penafsiran, tetapi semuanya saling terkait satu sama lain, kata Sabili Rabbika bisa di artikan dengan mengajak ke agama Islam, atau mengajak untuk mencari ilmu dan beramal ataupun mengajak kepada ketaatan, dan semuanya dilakukan karena Allah sebagaimana pendapat Sayyid Quthb.
Pengertian Sabili Robbika
Secara bahasa, sabili rabbika artinya "jalan tuhanmu", yakni jalan Allah Swt. Ini semakna dengan jalan Allah (sabilillah).
Dengan perbedaan beberapa penafsiran, tetapi semuanya saling terkait satu sama lain, kata Sabili Rabbika bisa di artikan dengan mengajak ke agama Islam, atau mengajak untuk mencari ilmu dan beramal ataupun mengajak kepada ketaatan, dan semuanya dilakukan karena Allah sebagaimana pendapat Sayyid Quthb.
Cara Dakwah: Hikmah, Mau'izhah, Jidal
Makna Hikmah
Dengan hikmah adalah metode atau cara dakwah pertama yang dikemukakan Allah Swt dalam QS An-Nahl:125 tentang kewajiban dan cara dakwah.
Kata hikmah dalam Al-Qur’an memiliki beberapa makna, mula dari al-mawa’idz (nasihat, anjuran, atau peringatan), al-fahm wal ‘ilmi (pemahaman dan ilmu), an-nubuwwah (kenabian), dan Al-Qur’an, hingga bijak (wise).
Dakwah bil-hikmah juga diartikan berdakwah sesuai dengan situasi dan kondisi, termasuk dakwah digital yang menjadi tuntutan era digital.
Ibnu Jarir menyebutkan hikmah adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Buya Hamka menafsirkan "hikmah" adalah dengan cara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih”
Makna Mau’idzatul Hasanah
Mau’idzatul Hasanah berasal dari wa’adza yang artinya nasihat. Mau'izah hasanah artinya nasihat yang baik. Menurut Sayyid Quthb, mau’idzatul hasanah adalah “‘nasihat yang baik’ yang bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus".
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menafsirkan “Mau’idzatul Hasanah” adalah “pengajaran yang baik, dan pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat, sebagai pendidikan dan tuntunan.
Makna Jidal
Cara dakwah ketiga dalam QS An-Nahl:125 ini adalah "jadilhum billati hiya ahsan" (berdebat dengan argumentasi yang lebih baik) atau jidal.
Buya Hamka dalam tafsirnya menyebutkan bahwa jidal ini dipakai hanya ketika keadaan yang terpaksa, dan benar-benar mengharuskan untuk berdebat.
Bahkan At-Thabari menafsirkan jadilhum billati hiya ahsan dengan cara memaafkan tindakan mereka. Mujahid juga menafsirakn "jangan menghiraukan tindakan mereka yang menyakitimu". Jadi jelaslah bahwa jidal menjadi metode alternatif di waktu tertentu.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Usai menyebut keteladanan nabi ibrahim sebagai imam, nabi, dan rasul, dan meminta nabi Muhammad untuk mengikutinya, pada ayat ini Allah meminta beliau menyeru manusia ke jalan Allah dengan cara yang baik, wahai nabi Muhammad, seru dan ajak-lah manusia kepada jalan yang sesuai tuntunan tuhanmu, yaitu islam, dengan hikmah, yaitu tegas, benar, serta bijak, dan dengan pengajaran yang baik.Dan berdebatlah dengan mereka, yaitu siapa pun yang menolak, menentang, atau meragukan seruanmu, dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu yang maha memberi petunjuk dan bimbingan, dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dan menyimpang dari jalan-Nya, dan dialah pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk dan berada di jalan yang benar.
Ayat ini memberi tuntunan kepada nabi Muhammad tentang tata cara berdakwah dan membalas perbuatan orang yang menyakitinya, dan jika kamu membalas terhadap siapa pun yang telah menyakiti atau menyiksamu dalam berdakwah, maka balas dan hukum-lah mereka dengan balasan yang sama, yakni setimpal, dengan siksaan atau kesalahan yang ditimpakan kepadamu; jangan kaubalas mereka lebih dari itu. Tetapi jika kamu bersabar dan tidak membalas apa yang mereka lakukan kepadamu, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar.
Tafsir Al-Muyassar Kementerian Agama Arab Saudi
Serulah (wahai rasul) olehmu dan orang-orang yang mengikutimu kepada agama tuhanmu dan jalan-Nya yang lurus dengan cara bijakasana yang telah Allah wahyukan kepadamu di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.Dan bicaralah kepada manusia dengan metode yang sesuai dengan mereka, dan nasihati mereka dengan baik-baik yang akan mendorong mereka menyukai kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan.
Dan debatlah mereka dengan cara perdebatan yang terbaik, dengan halus dan lemah lembut. sebab tidak ada kewajiban atas dirimu selain menyampaikan. Dan sungguh engkau telah menyampaikan, adapun hidayah bagi mereka terserah kepada Allah semata. Dia lebih tahu siapa saja yang sesat dari jalanNya dan Dia lebih tahu orang-orang yang akan mendapatkan hidayah. (Tafsirweb)
Post a Comment