Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menginstruksikan seluruh rumah ibadah seperti masjid ditutup sementara selama Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat 3-20 Juli 2021.
Kendati demikian, Menag masih memperbolehkan kumandang adzan, baik di masjid maupun mushola, sebagai penanda waktu masuk shalat.
Menag meminta umat beragama untuk sementara menjalankan aktivitasnya di rumah, termasuk dalam menjalankan ibadah, sebagaimana aturan PPKM Darurat.
Menag mengatakan, kegiatannya yang berpotensi menimbulkan kerumunan juga ditiadakan. Sebab angka kasus harian positif Covid-19 masih terus meningkat.
"Untuk sementara, mari kurangi mobilitas, bersabar tetap di rumah. Untuk sementara kita laksanakan ibadah di rumah," kata Menag dalam rilisnya, Jumat (9/7/2021).
Dikatakan, rumah ibadah pada zona PPKM Darurat dan zona merah serta zona oranye di luar PPKM Darurat agar ditutup sementara.
Kegiatan peribadatan di rumah ibadah yang berada di zona PPKM Darurat dan zona merah serta zona oranye di luar PPKM Darurat yang berpotensi menimbulkan kerumunan juga sementara ditiadakan.
"Untuk umat Islam, selama pemberlakuan PPKM Darurat, pengurus masjid atau mushola yang berada di zona PPKM Darurat dan zona merah serta zona oranye di luar PPKM Darurat, tetap dapat mengumandangkan adzan sebagai penanda waktu masuk sholat. Hal yang sama bisa dilakukan pengurus rumah ibadah lainnya," ujar Menag.
Menag menegaskan, aktivitas peribadatan masyarakat di zona PPKM Darurat, zona merah dan zona oranye di luar PPKM Darurat tetap dijalankan di rumah masing-masing. Mari bekerja dari rumah dan beribadah dari rumah.
"Mari membatasi mobilitas keluar rumah menjadi bagian ikhtiar bersama memutus mata rantai penyebaran Covid-19," jelas Menag.
Fatwa MUI
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai penyelenggaraan ibadah di tengah wabah Covid-19.
Dalam fatwa Nomor 14 tahun 2020 itu, MUI menyebut bahwa orang yang telah terpapar virus corona "wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain".
Bagi orang tersebut, berdasarkan fatwa yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF, "salat Jumat dapat diganti dengan salat zuhur di tempat kediaman, karena salat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal".
" Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar."
Fatwa Nomor 14 tahun 2020 yang dirilis pada Senin (16/03) menyebutkan:
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat zuhur di tempat masing-masing.
Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.*
Post a Comment