Selain mengubah cara beribadah muslim dunia, pandemi Covid-19 ternyata juga meningkatkan religiusitas atau tingkat ketaatan beragama.
Menurut hasil survei Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag), religiusitas masyarakat meningkat di masa pandemi.
"Survei dilakukan secara daring, pada 8-17 Maret 2021. Ditemukan, mayoritas responden merasa semakin relijius (taat beragama) sejak mereka mengalami/menjalani pandemi Covid-19. Nilainya mencapai 81 persen," kata Kepala Balitbangdiklat Kemenag, Achmad Gunaryo, dalam keterangan persnya, Kamis (22/7/2021).
Selain itu, 97 persen responden juga merasa keyakinan/keberagamaan secara psikologis membantu dalam menghadapi Pandemi Covid-19 dan dampaknya.
Kondisi di lapangan, masih sedikit layanan konsultasi psiko-spiritual (psikologi keagamaan) yang tersedia. Menurut teori, dalam situasi krisis seperti pandemi Covid-19 ini, ketika orang mengalami ketakutan, penderitaan, atau penyakit sering mengalami pembaruan spiritual.
Secara rinci, meminjam teori dan instrumen FICA Spiritual History Tool yang dikembangkan Puchalski (1996), sejumlah temuan atas pertanyaan dalam survei ini adalah sebagai berikut:
Kebanyakan responden sangat setuju dan setuju (55,1%), merasa Covid memengaruhi keyakinan/praktik keberagamaan.
Sebanyak 61.6% responden merasa bahwa pandemi Covid yang berlangsung lama mendorong mereka menemukan makna hidup.
Mayoritas responden (81%) merasa semakin relijius (taat beragama) sejak mengalami/menjalani pandemi Covid-19.
Mayoritas responden (97%) merasa keyakinan/keberagamaan mereka membantu (secara psikologis) mereka menghadapi Covid dan dampaknya.
Sebanyak 86,7% responden berupaya terhubung dengan (mencari support dari) pemuka agama dan komunitas agama mereka.
Selama menjalani pandemi, mayoritas responden (89,4%) merasa mendapat dukungan mental-spiritual (ada support system) dari pemuka agama dan komunitas agamanya.
Saat isolasi/menyendiri, ragam aktivitas dilakukan. Sebanyak 56,3% mendengar/membaca kitab suci, 47,2% mendengar ceramah, dan 42,8% dzikir/meditasi. (Ihram)
Peluang Ibadah
Hasil survei di atas sejalan dengan pandangan dosen Hukum Islam sekaligus Direktur Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Drs. Asmuni Mth, MA.
Dilansir website UII, Asmuni mengatakan, sebagai umat beragama, pandemi Covid-19 justru menjadi peluang mendulang berbagai amal utama, tidak hanya ibadah kepada Allah tetapi juga kebaikan terhadap sesama manusia.
Sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW tatkala pada zamannya juga pernah terjadi pandemi yang menulari banyak orang.
Menurutnya, berdasarkan catatan sejarah, pernah ada wabah penyakit pada masa Rasulullah saw dan sahabat. Meskipun bukan virus mematikan layaknya Covid-19, wabah pada masa itu juga menular dengan cepat dan menyebabkan tidak sedikit orang terkena dampaknya.
Pada masa itu, salah satu wabah yang sering terjadi adalah kusta atau lepra.
Sebagai tindakan pencegahan, Rasul memerintahkan untuk tidak berdekatan dengan penderitanya maupun wilayah yang terkena wabah. Konsep karantina wilayah ini seperti diungkapkannya dalam HR Bukhari yang artinya:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.”
“Dalam menghadapi wabah penyakit, Nabi Muhammad SAW memberikan konsep karantina untuk menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman kematian akibat wabah penyakit menular”, ungkap Asmuni.
Ia menambahkan, selain akan merubah sikap keberagamaan, Covid-19 juga membuat manusia terpecah menjadi dua kutub yaitu kutub sehat dan kutub sakit.*
Post a Comment