Banyak konten video di Youtube, Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya berisi aksi memberi atau membantu sesama (sedekah).
Ada yang menyebut fenomena "Tangan Kanan Memberi Tangan Kiri Selfie" itu dengan Pansos (panjat sosial). Yang dipanjat adalah panggung kemiskinan.
Sisi positifnya, selfie saat memberi itu memberikan inspirasi atau ajakan kepada orang lain untuk bersedekah. Rasulullah Saw bersabda:
من دعا إلى هدًى ، كان له من الأجرِ مثلُ أجورِ من تبِعه ، لا يُنقِصُ ذلك من أجورِهم شيئًا . ومن دعا إلى ضلالةٍ ، كان عليه من الإثمِ مثلُ آثامِ من تبِعه ، لا يُنقِصُ ذلك من آثامِهم شيئا
“Barang siapa yang mendakwahkan kebenaran, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barang siapa mendakwahkan kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR. Muslim).
Dalam konteks "mendakwahkan kebenaran" inilah, semoga pahala sedekah yang hilang akibat dipamerkan di medsos, bisa "tergantikan" dengan pahala dakwahnya --ajakan atau inspirasi kebaikan untuk bersedekah.
Sedekah Ikhlas: Tangan Kanan Memberi, Tangan Kiri Tak Tahu
Dalam perspektif Islam, publikasi sedekah bisa masuk kategori riya atau pamer amal kebaikan.
Islam mengajarkan, sedekah hendaknya ikhlas, jika perlu dilakukan diam-diam, sembunyi-sembunyi, tanpa diketahui orang lain. Hal itu agar keikhlasan sedekah terjaga.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.”
Ikhfa’ al-amal (menyembunyikan amalan) merupakan salah satu cara untuk menutup pintu riya’.
Jika amalan kebaikan tidak ada yang menyaksikannya, maka pikiran yang menginginkan agar ada yang melihatnya dan memujinya akan sirna, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Al-Ihya 'Ulumuddin.
"Barangsiapa menyebut-nyebut sedekahnya, berarti menginginkan kemasyhuran. Dan barang siapa yang memberi di tengah-tengah orang banyak, dia adalah ahli riya," kata Imam Ghazali.
Menurut Imam Ghazali, orang-orang terdahulu berusaha keras untuk menyembunyikan sedekahnya sehingga mereka tidak suka jika orang miskin yang diberi itu mengetahui siapa pembelinya. Karena itu ada di antara mereka yang lebih suka bersedekah kepada orang-orang miskin yang buta.
Demi menjaga dari kemasyuran dan riya, kata Imam Ghazali, ada orang yang memasukkan uang di saku orang miskin yang sedang tidur, ada pula yang memberikan sedekahnya kepada orang miskin melalui perantara orang lain. Tujuan itu semua agar orang miskin itu tidak mengetahui sipemberiannya, sehingga orang yang diberi itu tidak merasa malu.
"Jika dalam bersedekah yang dicari kemasyhuran dan untuk diperlihatkan kepada orang lain maka kebaikan yang menjadi rusak dan dosa pasti diperoleh," katanya.
Imam Al-Ghazali menyebutkan, disamping ada jenis riya’ al-jali (riya’ yang jelas), ada juga riya’ al-khafi (riya’ tersembunyi).
Contoh riya’ al-jali, seseorang beramal karena dorongan utamanya ingin mendapat pujian dari orang.
Sedangkan riya’ tersembunyi, ia bukan menjadi pendorong utama seseorang untuk melakukan amalan. Hanya saja, dengan adanya riya’ tersembunyi ini semangatnya untuk beramal lebih kuat.
Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah Saw menyatakan:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : " الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ، وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ " .
Artinya: Seperti dinarasikan Uqbah bin Amir Al-Juhani, Rasulullah SAW mengatakan, "Siapa yang membaca Al-Qur'an dengan suara keras maka seperti memberi sedekah terang-terangan dan siapa yang membaca dengan suara lembut maka seperti memberi sedekah secara rahasia." (HR Sunan Abi Dawud).
Imam An-Nawawi Asy-Syafii rahimahullah berkata dalam syarah sahih muslim:
Para ulama mengatakan bahwa sedekah sunnah yang afdol dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi karena lebih dekat dengan keikhlasan dan jauh dari riya’ (pamer), adapun sedekah wajib (zakat) lebih afdol dilaksanakan secara terang-terangan.
Demikian pula dalam masalah salat, jika salat wajib lebih afdol dilaksanakan secara terang-terangan (jamaah di masjid) dan salat sunnah lebih afdol dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi (di rumah).
Baca Juga: 15 Pahala Sedekah
Semoga Fenomena Sedekah Era Medsos, Tangan Kanan Memberi Tangan Kiri Selfie, bukan pertanda riya. Semoga orang-orang baik mampu mempertahankan keikhlasannya dalam sedekah. Amin. Wallahu a'lam bish-shawabi.*
Post a Comment