Umat Islam dianjurkan shalat di rumah saat pandemi corona. Jika shalat berjamaah di masjid, maka barisan atau shaf shalat berjamaah harus berjarak, renggang, minimal 1 meter.
Bagaimana Hukum Shaf Shalat Berjarak? Sedangkan Nabi Saw menganjurkan shaf shalat berjamaah lurus dan rapat? Apakah shaf berjarak menjadi new normal di masjid?
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah shaf berjarak ini.
MUI dan Kementerian Agama jelas memilih pendapat yang membolehkan, dengan adanya surat edaran panduan shalat di masjid.
لا تصح الصلاة ويعتبرون أفراداً كما لو صلوا منفردين
“Shalat berjamaah dengan cara seperti itu (shaf berjarak), hukumnya tidak sah. Mereka dianggap seperti shalat secara sendiri-sendiri sebagaimana jika mereka melakukan shalat seorang diri”
Fatwa Syaikh Ali Abu Haniyyah
"Tata cara shalat yang aneh seperti ini diwaktu yang ajib (yaitu masa krisis), tidaklah disyariatkan jika dipandang sebagai shalat berjama’ah. Dan tata cara seperti ini tidak terdapat dalam Sunnah. Bahkan mensifatnya sebagai kebid’ahan lebih dekat daripada sebagai Sunnah."
"Sebagian ulama memandang bahwa orang yang shalat dengan cara demikian, dianggap sebagai shalat sendirian bukan shalat berjama’ah, karena jama’ahnya saling berjauhan dan tidak merapatkan shaf serta tidak meluruskannya."
"Ketika saya menyatakan hal ini tidak disyariatkan, di sisi lain saya tidak mampu mengatakan bahwa shalat seperti ini tidak sah karena adanya sebagian ulama yang memfatwakan bolehnya shalat dengan cara seperti ini. Namun saya nyatakan, shalat di rumah lebih baik daripada shalat dengan cara seperti ini."
Fatwa Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi
"Sejak munculnya masalah ini pertama kalinya, maka saya bersikap pertengahan -walhamdulillah-. Saya berpendapat shalat yang demikian tetap sah, namun terdapat mukhalafah (kekeliruan) karena renggangnya shaf padahal merapatkan shaf itu wajib dan wajib pula merapikan shaf."
"Dan guru kami, Syaikh Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad, telah memfatwakan bahwa shalat yang demikian dianggap shalat sendirian."
يسأل المسلمون في البلدان التي يسمح فيها بالصلاة في المساجد بشرط التباعد بين المصلين عن حكم الصلاة في تلك الحال، والجواب أن الأصل تراص الصفوف وعندالجمهور تكره الصلاة في الصف المتقطع والحاجة تسقط الكراهة،وهذه الجائحة حاجةشديدةفتجوز الصلاة مع التباعد بشرط أن يكون في الصف أكثرمن واحد
“Kami ditanya tentang kaum Muslimin di negeri-negeri yang masih membolehkan shalat di masjid (di masa wabah) dengan syarat shafnya renggang berjauhan, bagaimana hukum shalat dengan kondisi demikian?"
"Jawaban kami, hukum asalnya shalat itu dengan merapatkan shaf. Menurut jumhur ulama, makruh hukumnya shalat yang terputus shafnya. Sedangkan adanya hajat menggugurkan kemakruhan. Dan adanya kebutuhan untuk itu di masa ini, sangat mendesak sekali. Maka boleh shalat dengan shaf renggang berjauhan dengan syarat dalam satu shaf ada lebih dari satu orang”
Fatwa Syaikh Sa’ad Asy Syatsri
“Tidak diragukan, upaya pencegahan penyakit untuk menjaga nyawa dan menghentikan penyebaran penyakit merupakan perkara taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla. Namun demikian, merapatkan shaf adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان
“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan” (HR Abu Daud).
"Namun perintah merapatkan shaf ini tidak sampai wajib namun sifatnya mustahab (sunnah) menurut jumhur ulama. Oleh karena itu, kami memandang shaf yang renggang tidak berpengaruh pada keabsahan shalat (berjamaah). Lebih lagi ketika ada udzur yang membutuhkan adanya jarak".
Dan jumhur ulama dari kalangan ulama 4 madzhab menyatakan bahwa merapatkan shaf tidak wajib, mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
سوُّوا صفوفَكم فإنَّ تسويةَ الصَّفِّ مِن تمامِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf kalian karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat” (HR Bukhari dan Muslim).
"Menunjukkan bahwa perkara meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya mustahab, bukan termasuk rukun atau wajib shalat. Karena yang disebut تمامِ (penyempurna) dari sesuatu artinya itu adalah perkara tambahan dari asalnya. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
وأَقِيمُوا الصَّفَّ في الصَّلَاةِ، فإنَّ إقَامَةَ الصَّفِّ مِن حُسْنِ الصَّلَاةِ
”Luruskanlah shaf dalam shalat, karena lurusnya shaf dalam shalat adalah bagian dari bagusnya shalat” (HR. Bukhari no. 722, Muslim no.435).
Menunjukkan bahwa merapikan shaf itu sunnah tidak wajib. Karena andaikan itu wajib maka tidak disebut “bagian dari bagusnya shalat”. Karena unsur bagus dari sesuatu berarti unsur tambahan dari sesuatu tersebut.
Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Anas bin Malik:
ما أَنْكَرْتُ شيئًا إلَّا أنَّكُمْ لا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ
“Tidaklah ada yang aku ingkari dari kalian, kecuali satu hal yaitu kalian tidak meluruskan shaf” (HR. Bukhari no.724).
Namun Rasulullah tidak memerintahkan beliau untuk mengulang shalat. Ini menunjukkan bahwa merapatkan shaf bukan perkara wajib. Dan meninggalkannya tidak berpengaruh pada keabsahan shalat.
Sebagaimana ini pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, ini juga pendapat imam 4 madzhab. Yang berpendapat wajib adalah Imam Ibnu Hazm Az Zhahiri yang ia menyelisihi para fuqaha. Oleh karena itu penerapan shaf renggang dalam shalat jama’ah tidak berpengaruh pada keabsahan shalat”.
Fatwa Syaikh Musthafa Al Adawi
تجوز مع عندنا نصوصا لكن الضرورة تجوز المحظورة
“Hal ini (shaf shalat berjamaah berjarak) dibolehkan walau ada nash-nash (yang memerintahkan untuk merapatkan), namun kondisi darurat membolehkan yang tidak dibolehkan”
Fatwa Syaikh Utsmain Al Khamis
“Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat Jum’at yang dihadiri sepuluh orang misalnya yang posisinya saling berjauhan. Dengan asumsi berpegang pada pendapat bahwa shalat Jum’at sah dengan minimal tiga orang atau dua orang, tidak sampai 40 orang. Maka kita katakan, silakan hadiri, dengan posisi saling berjauhan dan mengupayakan berbagai sarana pencegahan (penyebaran wabah).
"Perkaranya kembali kepada izin pemerintah. Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat jum’at dengan tata cara seperti ini maka ini tidak mengapa”.
Ulama yang membolehkan shaf renggang berpegang pada pendapat jumhur ulama bahwa merapatkan shaf tidaklah wajib. Andaikan wajib pun, maka kewajiban ini gugur dengan adanya udzur berupa kondisi darurat wabah.
Ulama yang melarang shalat dengan shaf renggang berpegang pada pendapat bahwa merapatkan shaf hukumnya wajib. Tidak ada udzur untuk mengugurkan kewajiban ini.
Demikian Hukum Shaf Shalat Berjarak Renggang Saat Corona. Penjelasan lengkap dapat dilihat di link sumbe di bawah ini.
Sumber: Republika, Muslim, Sindonews
Bagaimana Hukum Shaf Shalat Berjarak? Sedangkan Nabi Saw menganjurkan shaf shalat berjamaah lurus dan rapat? Apakah shaf berjarak menjadi new normal di masjid?
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah shaf berjarak ini.
- Sebagian ulama melarangnya. Mereka menilai shaf renggang sebagai shalat sendiri-sendiri (munfarid).
- Sebagian ulama lain membolehkannya karena kondisi darurat dan rapat shaf tidak wajib.
MUI dan Kementerian Agama jelas memilih pendapat yang membolehkan, dengan adanya surat edaran panduan shalat di masjid.
Fatwa para ulama yang melarang shaf berjarak
Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al Abbadلا تصح الصلاة ويعتبرون أفراداً كما لو صلوا منفردين
“Shalat berjamaah dengan cara seperti itu (shaf berjarak), hukumnya tidak sah. Mereka dianggap seperti shalat secara sendiri-sendiri sebagaimana jika mereka melakukan shalat seorang diri”
Fatwa Syaikh Ali Abu Haniyyah
"Tata cara shalat yang aneh seperti ini diwaktu yang ajib (yaitu masa krisis), tidaklah disyariatkan jika dipandang sebagai shalat berjama’ah. Dan tata cara seperti ini tidak terdapat dalam Sunnah. Bahkan mensifatnya sebagai kebid’ahan lebih dekat daripada sebagai Sunnah."
"Sebagian ulama memandang bahwa orang yang shalat dengan cara demikian, dianggap sebagai shalat sendirian bukan shalat berjama’ah, karena jama’ahnya saling berjauhan dan tidak merapatkan shaf serta tidak meluruskannya."
"Ketika saya menyatakan hal ini tidak disyariatkan, di sisi lain saya tidak mampu mengatakan bahwa shalat seperti ini tidak sah karena adanya sebagian ulama yang memfatwakan bolehnya shalat dengan cara seperti ini. Namun saya nyatakan, shalat di rumah lebih baik daripada shalat dengan cara seperti ini."
Fatwa Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi
"Sejak munculnya masalah ini pertama kalinya, maka saya bersikap pertengahan -walhamdulillah-. Saya berpendapat shalat yang demikian tetap sah, namun terdapat mukhalafah (kekeliruan) karena renggangnya shaf padahal merapatkan shaf itu wajib dan wajib pula merapikan shaf."
"Dan guru kami, Syaikh Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad, telah memfatwakan bahwa shalat yang demikian dianggap shalat sendirian."
Fatwa ulama yang membolehkan shaf renggang
Fatwa Syaikh Sulaiman Ar Ruhailiيسأل المسلمون في البلدان التي يسمح فيها بالصلاة في المساجد بشرط التباعد بين المصلين عن حكم الصلاة في تلك الحال، والجواب أن الأصل تراص الصفوف وعندالجمهور تكره الصلاة في الصف المتقطع والحاجة تسقط الكراهة،وهذه الجائحة حاجةشديدةفتجوز الصلاة مع التباعد بشرط أن يكون في الصف أكثرمن واحد
“Kami ditanya tentang kaum Muslimin di negeri-negeri yang masih membolehkan shalat di masjid (di masa wabah) dengan syarat shafnya renggang berjauhan, bagaimana hukum shalat dengan kondisi demikian?"
"Jawaban kami, hukum asalnya shalat itu dengan merapatkan shaf. Menurut jumhur ulama, makruh hukumnya shalat yang terputus shafnya. Sedangkan adanya hajat menggugurkan kemakruhan. Dan adanya kebutuhan untuk itu di masa ini, sangat mendesak sekali. Maka boleh shalat dengan shaf renggang berjauhan dengan syarat dalam satu shaf ada lebih dari satu orang”
Fatwa Syaikh Sa’ad Asy Syatsri
“Tidak diragukan, upaya pencegahan penyakit untuk menjaga nyawa dan menghentikan penyebaran penyakit merupakan perkara taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla. Namun demikian, merapatkan shaf adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان
“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan” (HR Abu Daud).
"Namun perintah merapatkan shaf ini tidak sampai wajib namun sifatnya mustahab (sunnah) menurut jumhur ulama. Oleh karena itu, kami memandang shaf yang renggang tidak berpengaruh pada keabsahan shalat (berjamaah). Lebih lagi ketika ada udzur yang membutuhkan adanya jarak".
Dan jumhur ulama dari kalangan ulama 4 madzhab menyatakan bahwa merapatkan shaf tidak wajib, mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
سوُّوا صفوفَكم فإنَّ تسويةَ الصَّفِّ مِن تمامِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf kalian karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat” (HR Bukhari dan Muslim).
"Menunjukkan bahwa perkara meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya mustahab, bukan termasuk rukun atau wajib shalat. Karena yang disebut تمامِ (penyempurna) dari sesuatu artinya itu adalah perkara tambahan dari asalnya. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
وأَقِيمُوا الصَّفَّ في الصَّلَاةِ، فإنَّ إقَامَةَ الصَّفِّ مِن حُسْنِ الصَّلَاةِ
”Luruskanlah shaf dalam shalat, karena lurusnya shaf dalam shalat adalah bagian dari bagusnya shalat” (HR. Bukhari no. 722, Muslim no.435).
Menunjukkan bahwa merapikan shaf itu sunnah tidak wajib. Karena andaikan itu wajib maka tidak disebut “bagian dari bagusnya shalat”. Karena unsur bagus dari sesuatu berarti unsur tambahan dari sesuatu tersebut.
Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Anas bin Malik:
ما أَنْكَرْتُ شيئًا إلَّا أنَّكُمْ لا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ
“Tidaklah ada yang aku ingkari dari kalian, kecuali satu hal yaitu kalian tidak meluruskan shaf” (HR. Bukhari no.724).
Namun Rasulullah tidak memerintahkan beliau untuk mengulang shalat. Ini menunjukkan bahwa merapatkan shaf bukan perkara wajib. Dan meninggalkannya tidak berpengaruh pada keabsahan shalat.
Sebagaimana ini pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, ini juga pendapat imam 4 madzhab. Yang berpendapat wajib adalah Imam Ibnu Hazm Az Zhahiri yang ia menyelisihi para fuqaha. Oleh karena itu penerapan shaf renggang dalam shalat jama’ah tidak berpengaruh pada keabsahan shalat”.
Fatwa Syaikh Musthafa Al Adawi
تجوز مع عندنا نصوصا لكن الضرورة تجوز المحظورة
“Hal ini (shaf shalat berjamaah berjarak) dibolehkan walau ada nash-nash (yang memerintahkan untuk merapatkan), namun kondisi darurat membolehkan yang tidak dibolehkan”
Fatwa Syaikh Utsmain Al Khamis
“Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat Jum’at yang dihadiri sepuluh orang misalnya yang posisinya saling berjauhan. Dengan asumsi berpegang pada pendapat bahwa shalat Jum’at sah dengan minimal tiga orang atau dua orang, tidak sampai 40 orang. Maka kita katakan, silakan hadiri, dengan posisi saling berjauhan dan mengupayakan berbagai sarana pencegahan (penyebaran wabah).
"Perkaranya kembali kepada izin pemerintah. Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat jum’at dengan tata cara seperti ini maka ini tidak mengapa”.
Shaf Berjarak di Masjid Haram (Foto: Twitter) |
Sebab perbedaan pendapat
Sebab adanya perbedaan pendapat mengenai shaf shalat berjarak berputar pada hukum merapatkan shaf dalam shalat berjamaah, antara sunah dan wajib.Ulama yang membolehkan shaf renggang berpegang pada pendapat jumhur ulama bahwa merapatkan shaf tidaklah wajib. Andaikan wajib pun, maka kewajiban ini gugur dengan adanya udzur berupa kondisi darurat wabah.
Ulama yang melarang shalat dengan shaf renggang berpegang pada pendapat bahwa merapatkan shaf hukumnya wajib. Tidak ada udzur untuk mengugurkan kewajiban ini.
Demikian Hukum Shaf Shalat Berjarak Renggang Saat Corona. Penjelasan lengkap dapat dilihat di link sumbe di bawah ini.
Sumber: Republika, Muslim, Sindonews
Post a Comment