Sembilan dari 10 Pintu Rezeki adalah Perdagangan Hadits Lemah (Dhoif).
Ada sebuah hadits yang tersebar di kalangan orang awam sebagai motivasi untuk berbisnis atau menjadi pedagang: “Sembilan dari Sepuluh Pintu Rezeki Ada dalam Perdagangan".
“Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan.“
Dalam Al-Istidzkar (8/196), Ibnu ‘Abdil Barr mengisyaratkan bahwa hadits ini dha’if (lemah).
Dalam Al-Mughni ‘an Hamlil Asfar, Al-‘Iraqi pada hadits no. 1576 membawakan hadits,
Diriwayatkan oleh Ibrahim Al-Harbi dalam Gharib Al-Hadits dari hadits Nu’aim bin ‘Abdirrahman, bahwa para perawinya tsiqah (kredibel).
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun ‘alaih)
“Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rafi’ bin Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selainnya).
Karena hadits ini lemah, maka tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah Saw. Hadits lemah juga tidak bisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bahwa berdagang lebih utama dan lebih menghasilkan dibandingkan usaha lainnya.
Cukuplah hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjelaskan keutamaan usaha berdagang, sehingga kita tidak perlu menjadikan sandaran hadits lemah di atas.
Jika hadits di atas benar-benar perkataan Rasulullah Saw, tentu ada tambahan keterangan tentang yang satu pintu lagi apa.
Dalam Al-Quran dan Hadits shahih, banyak dijelaskan tentang pintu rezeki, antara lain orang bertakwa dipastikan mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Dalam sejumlah ayat dan hadits berikut ini disebutkan, pintu rezeki antara lain takwa, tawakal, silaturahim (silaturahmi), dan membantu sesama.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. Ath-Thalaq: 2-3)
“Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung, mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang di petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad dan Tirmizi)
"Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknya ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Bukhari).
"Bantulah orang-orang lemah, kerana kalian diberi rezeki dan ditolong lantaran orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Muslim dan An-Nasa`i).
Wallahu a’lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com. sumber: pengusahamuslim.com, muslim.or.id, shahihain).*
Bahkan, ada sebuah buku dengan judul 9 dari 10 Pintu Rezeki adalah Berdagang dengan mengutip pernyataan KH Didin Hafiduddin bahw hadits itu hadis marfu', yaitu apa-apa yang dinisbatkan atau sandarkan kepada Nabi Saw.
Hadits "Sembilan dari 10 Pintu Rezeki adalah Perdagangan" yang belum diletiti akan keshahihannya ini berbunyi:
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي التِّجَارَةِ
“Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan.“
Dalam Al-Istidzkar (8/196), Ibnu ‘Abdil Barr mengisyaratkan bahwa hadits ini dha’if (lemah).
Dalam Al-Mughni ‘an Hamlil Asfar, Al-‘Iraqi pada hadits no. 1576 membawakan hadits,
عليكم بالتجارة فإن فيها تسعة أعشار الرزقة
“Hendaklah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rezeki.”
Diriwayatkan oleh Ibrahim Al-Harbi dalam Gharib Al-Hadits dari hadits Nu’aim bin ‘Abdirrahman, bahwa para perawinya tsiqah (kredibel).
Nu’aim di sini dikatakan oleh Ibnu Mandah bahwa dia hidup di zaman sahabat, namun itu tidaklah benar. Abu Hatim Ar-Razi dan Ibnu Hibban mengatakan bahwa hadits ini memiliki taabi’ (penguat), sehingga haditsnya dapat dikatakan mursal [Hadits mursal adalah hadits yang dikatakan oleh seorang tabi’inlangsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menyebut sahabat. Hadits mursal adalah di antara hadits dha’if yang sifat sanadnya terputus (munqothi’)].
Dalam Dha’if Al-Jaami’ no. 2434, terdapat hadits di atas. Takrij dari Suyuthi: Dari Nu’aim bin ‘Abdirrahman Al-Azdi dan Yahya bin Jabir Ath-Tha’i, diriwayatkan secara mursal. Syaikh Al-Albani berkomentar hadits tersebut dha’if.
Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Ibnu Abid Dunya dalam Ishlah Al-Maal (hal. 73), dari Nu’aim bin ‘Abdirrahman.[1]
Kesimpulan, Sembilan dari 10 Pintu Rezeki adalah Perdagangan Hadits Lemah (Dhaif) sehingga tidak bisa disandarkan pada Nabi Saw.
Dalam Dha’if Al-Jaami’ no. 2434, terdapat hadits di atas. Takrij dari Suyuthi: Dari Nu’aim bin ‘Abdirrahman Al-Azdi dan Yahya bin Jabir Ath-Tha’i, diriwayatkan secara mursal. Syaikh Al-Albani berkomentar hadits tersebut dha’if.
Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Ibnu Abid Dunya dalam Ishlah Al-Maal (hal. 73), dari Nu’aim bin ‘Abdirrahman.[1]
Kesimpulan, Sembilan dari 10 Pintu Rezeki adalah Perdagangan Hadits Lemah (Dhaif) sehingga tidak bisa disandarkan pada Nabi Saw.
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Jibrin menyatakan, “Aku tidak mendapati hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits seperti Jaami’ Al-Ushul, Majma’ Az-Zawaid, At-Targhib wa At-Tarhib dan semacamnya."
Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdirrahman Al-Washabi menyebutkan dalam kitabnya Al-Barakah fis Sa’yil Harakah hlmn 193, hadits tersebut marfu’ (sampai pada Nabi Saw).
Beliau juga menyebutkan beberapa hadits dha’if, namun beliau tidak melakukan takhrij terhadapnya.
Sebenarnya hadits tersebut tidak diriwayatkan dalam kitab shahih, kitab sunan, maupun musnad yang masyhur.
Yang jelas, hadits tersebut adalah hadits dha’if. Mungkin saja hadits tersebut mauquf (sampai pada sahabat), maqthu’ (hanya sampai pada tabi’in) atau hanya perkataan para ahli hikmah.
Perkataan tersebut boleh jadi adalah perkataan sebagian orang mengenai keuntungan dari seseorang yang mencari nafkah lewat perdagangan.
Sebenarnya, telah terdapat beberapa hadits dalam masalah berdagang yang menyebutkan keutamaanya dan juga menyebutkan bagaimana adab-adabnya sebagaimana disebutkan dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, yang disusun oleh Al-Mundziri, juga dalam kitab lainnya.
Sebenarnya, telah terdapat beberapa hadits dalam masalah berdagang yang menyebutkan keutamaanya dan juga menyebutkan bagaimana adab-adabnya sebagaimana disebutkan dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, yang disusun oleh Al-Mundziri, juga dalam kitab lainnya.
Di antara hadits shahih yang memotivasi untuk berdagang adalah
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
أَطْيَبُ الْكَسْبِ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Karena hadits ini lemah, maka tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah Saw. Hadits lemah juga tidak bisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bahwa berdagang lebih utama dan lebih menghasilkan dibandingkan usaha lainnya.
Cukuplah hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjelaskan keutamaan usaha berdagang, sehingga kita tidak perlu menjadikan sandaran hadits lemah di atas.
10 Pintu Rezeki Apa Saja?
Hadits di atas juga mengandung kejanggalan karena tidak dilengkapi dengan penjelasan apa saja 10 pintu rezeki, minimal satu pintu rezekinya lagi apa?Jika hadits di atas benar-benar perkataan Rasulullah Saw, tentu ada tambahan keterangan tentang yang satu pintu lagi apa.
Dalam Al-Quran dan Hadits shahih, banyak dijelaskan tentang pintu rezeki, antara lain orang bertakwa dipastikan mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Dalam sejumlah ayat dan hadits berikut ini disebutkan, pintu rezeki antara lain takwa, tawakal, silaturahim (silaturahmi), dan membantu sesama.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. Ath-Thalaq: 2-3)
“Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung, mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang di petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad dan Tirmizi)
"Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknya ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Bukhari).
"Bantulah orang-orang lemah, kerana kalian diberi rezeki dan ditolong lantaran orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Muslim dan An-Nasa`i).
Wallahu a’lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com. sumber: pengusahamuslim.com, muslim.or.id, shahihain).*
Meskipun dhoif tapi sangat masuk akal dan memang terjadi, karena semua orang paling kaya pasti pengusaha dan itu pada akhirnya dagang.
ReplyDeletedan banyak juga yang jadi miskin karena berdagang🐶🐶
DeleteJika memang lemah mengapa orang2 terkaya didunia ini adalah orang pedagang?
ReplyDeleteBukan dari kalangan pekerja?
Kalo kita bisa mikir dan mencerna hadits tersebut sebenarnya kuat.
Dipandang dari sisi kenyataanya dan apa yg terjadi memang begitu adanya
Secara sanad mungkin hadits ini posisinya dho'if namun tidak ada larangn bagi kita untuk mengamalkannya karna yang dilarang itu hanya mengatakannya sebagai hadits shohih jika memang ternyata di hadits Dho'if
ReplyDeleteyang pasti banyak kita baca bahwasanya didalam alqur'an dan hadits yang lain banyak kata2 "tijaaroh" atau perniagaan
Baarokallah. Amin
Daripada mengutip kata-kata yang tak jelas dari mereka yang katanya ahli, ini masih jauh lebih baik
ReplyDeleteMau kuat mau lemah, memang udah ada bukti nyata nya.. orang orang hebat dan kaya raya dengan berdangan dengan jenis dan bidang perdaganganya nya masing masing.. 👍👍
ReplyDeletePost a Comment