Orang beriman (Muslim) senantiasa mendapatkan cobaan sebagai ujian akan kesungguhan imannya. Allah SWT akan meninggikan derajat kaum Muslim yang lolos dalam ujian-Nya.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukumi di antara mereka, ialah ucapan 'kami dengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS 24:51).
KEPUTUSAN seorang manusia untuk memeluk Islam, menyatakan keimanannya pada Allah SWT sebagai Tuhannya dan meyakini Muhammad Saw sebagai utusan-Nya, merupakan keputusan tepat sekaligus mengandung sejumlah risiko.
Kaum mukmin (umat Islam) memang tengah berada dalam ujian besar belakangan ini, akibat kampanye gencar antiterorisme yang dilancarkan negara-negara Barat pimpinan Amerika Serikat. Namun sangat jelas, arahnya adalah pelumpuhan kekuatan Islam.
Akhirulkalam
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukumi di antara mereka, ialah ucapan 'kami dengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS 24:51).
KEPUTUSAN seorang manusia untuk memeluk Islam, menyatakan keimanannya pada Allah SWT sebagai Tuhannya dan meyakini Muhammad Saw sebagai utusan-Nya, merupakan keputusan tepat sekaligus mengandung sejumlah risiko.
Ketika seseorang mengatakan beriman, Allah SWT tidak akan membiarkannya begitu saja, tetapi akan memberinya ujian demi ujian --juga serangkaian hak dan kewajiban sebagai konsekuensi-- untuk mengetahui apakah ia benar-benar beriman atau sebatas pengakuan lisan saja.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang dusta (munafik)" (Q.S. 29:2-3)
Ibarat seorang jejaka yang menyatakan cintanya pada seorang gadis, ia tentu harus membuktikan cintanya itu dengan aksi konkret, sehingga sang gadis benar-benar merasa yakin. Seorang mukmin pun demikian. Ia harus menunjukkannya dengan sikap atau amal, betapa ia benar-benar beriman pada Allah Swt sehingga ia menjadi mukmin sejati dan berhak hidup bahagia dunia-akhirat.
Al-Quran menggambarkan, orang yang menyatakan beriman ibarat melakukan transaksi jual-beli dengan Allah SWT. Orang tadi "membeli" surga dengan jiwa-raganya, atau "menjual" jiwa, raga, dan hartanya pada Allah Swt dengan bayaran keridhaan dan surga-Nya.
"Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberi imbalan surga pada mereka." (Q.S. at-Taubah:111)
“Dan sebagian manusia ada yang menyerahkan diri mereka untuk mendapatkan keridaan Allah...” (Q.S. al-Baqarah:107)
Mukmin yang benar-benar beriman adalah mereka yang siap menyerahkan segala yang ada padanya pada Allah Swt. Ia siap melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pun siap melaksanakan atau menghadapi segala ujian dari-Nya, untuk menunjukkan kesungguhan keimanannya.
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukumi di antara mereka, ialah ucapan 'kami dengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS 24:51).
"Dan tidaklah patut bagi seorang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketentuan akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya (berpaling dari ketentuan itu), maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata" (QS 33:36).
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang dusta (munafik)" (Q.S. 29:2-3)
Ibarat seorang jejaka yang menyatakan cintanya pada seorang gadis, ia tentu harus membuktikan cintanya itu dengan aksi konkret, sehingga sang gadis benar-benar merasa yakin. Seorang mukmin pun demikian. Ia harus menunjukkannya dengan sikap atau amal, betapa ia benar-benar beriman pada Allah Swt sehingga ia menjadi mukmin sejati dan berhak hidup bahagia dunia-akhirat.
Al-Quran menggambarkan, orang yang menyatakan beriman ibarat melakukan transaksi jual-beli dengan Allah SWT. Orang tadi "membeli" surga dengan jiwa-raganya, atau "menjual" jiwa, raga, dan hartanya pada Allah Swt dengan bayaran keridhaan dan surga-Nya.
"Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberi imbalan surga pada mereka." (Q.S. at-Taubah:111)
“Dan sebagian manusia ada yang menyerahkan diri mereka untuk mendapatkan keridaan Allah...” (Q.S. al-Baqarah:107)
Mukmin yang benar-benar beriman adalah mereka yang siap menyerahkan segala yang ada padanya pada Allah Swt. Ia siap melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pun siap melaksanakan atau menghadapi segala ujian dari-Nya, untuk menunjukkan kesungguhan keimanannya.
Mukmin sejati mempunyai sikap dasar sami'na wa atho'na, kami dengar dan kami patuh.
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukumi di antara mereka, ialah ucapan 'kami dengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS 24:51).
"Dan tidaklah patut bagi seorang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketentuan akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya (berpaling dari ketentuan itu), maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata" (QS 33:36).
Jenis-Jenis Ujian & Cobaan
1. Ujian Kebaikan & Keburukan, Kesenangan & Kesusahan
Ujian Allah Swt bagi setiap mukmin antara lain berupa kebaikan dan keburukan, kesenangan dan kesusahan (QS. 21:35, 89:15-16)).
Ujian Allah Swt bagi setiap mukmin antara lain berupa kebaikan dan keburukan, kesenangan dan kesusahan (QS. 21:35, 89:15-16)).
Setiap mukmin sejati akan menghadapi kebaikan dengan bersyukur dan menyikapi keburukan dengan bersabar dan tawakal. Kemudian ujian berupa harta dan diri (QS. 3:186), pangkat atau jabatan (QS. 6:165), dan lainnya.
Demikian pula ketika seorang mukmin menghadapi kesusahan, keburukan, atau musibah. Ia akan menyikapinya dengan sabar dan tawakal. Ia sadar bahwa semua itu merupakan ujian dari Allah Swt..
2. Jihad Fi Sabilillah
Seorang mukmin sejati tidak akan lupa diri dan bersikap takabur ketika mendapatkan kesenangan, kebaikan, harta, dan pangkat. Karena ia menyadari bahwa itu semua adalah ujian Allah Swt.. Artinya, Dia mengujinya apakah kesenangan dan lainnya itu akan disikapi dengan syukur, dipergunakan sesuai garis yang ditentukan-Nya, atau malah kufur dan menyalahgunakannya.
Demikian pula ketika seorang mukmin menghadapi kesusahan, keburukan, atau musibah. Ia akan menyikapinya dengan sabar dan tawakal. Ia sadar bahwa semua itu merupakan ujian dari Allah Swt..
2. Jihad Fi Sabilillah
Setiap mukmin juga harus siap berjihad di jalan Allah Swt. (QS. 9:16), yaitu berjuang dengan mengerahkan segala daya, upaya, harta, dengan pengorbanan jiwa, raga, harta, ilmu, dan segala apa yang dimiliki demi tegaknya syiar Islam.
Jihad merupakan kunci tegaknya kejayaan Islam. Itulah sebabnya, pihak-pihak yang tidak menghendaki kejayaan Islam terus berupaya memadamkan api semangat jihad di kalangan umat Islam, antara lain dengan mengasosiasikan jihad dengan terorisme atau radikalisme.
Mereka belum mengerti, atau pura-pura tidak mengerti, bahkan aksi kekerasan yang dilakukan umat Islam merupakan bentuk perlawanan atas kezhaliman yang mereka alami. Hamas dan Jihad Islam di Palestina, misalnya, terpaksa menempuh jalur kekerasan karena untuk menghadapi mesin perang Israel yang menyalak setiap hari.
Setiap mukmin menyadari, ajaran Islam bukan hanya untuk diamalkan, didakwahkan, tetapi juga harus dilindungi atau dijaga kesucian dan keluhurannya. Setiap mukmin tidak akan rela jika ada pihak yang melecehkan Islam, baik melalui penghujatan terhadap Al-Quran, Nabi Muhammad, penistaan masjid, maupun propaganda yang memburukkan citra Islam.
Namun demikian, setiap mukmin pun (harus) menyadari, termasuk pelecehan Islam juga jika wahyu Allah Swt. ini diabaikan dalam kehidupan sehari-hari alias tidak diamalkan.
Tantangan Dakwah
Setiap mukmin menyadari, ajaran Islam bukan hanya untuk diamalkan, didakwahkan, tetapi juga harus dilindungi atau dijaga kesucian dan keluhurannya. Setiap mukmin tidak akan rela jika ada pihak yang melecehkan Islam, baik melalui penghujatan terhadap Al-Quran, Nabi Muhammad, penistaan masjid, maupun propaganda yang memburukkan citra Islam.
Namun demikian, setiap mukmin pun (harus) menyadari, termasuk pelecehan Islam juga jika wahyu Allah Swt. ini diabaikan dalam kehidupan sehari-hari alias tidak diamalkan.
Tantangan Dakwah
Sebagaimana Nabi Muhammad Saw yang menghadapi tantangan berat dalam dakwah Islam, mulai fitnah, penghinaan, hingga ancaman pembunuhan, maka saat ini pun aktivis dakwah sudah, sedang, dan akan mengalaminya.
Pemblokiran situs-situs dakwah Islam baru-baru ini oleh pemerintah, merupakan bagian dari tantangan dan ujian dakwah Islam, juga bagian dari ujian keimanan sekaligus risiko perjuangan atau risiko dakwah.
Kita sangat sadar, belakangan ini para aktivis Islam tengah disorot dan dibidik kaum anti-Islam. Mereka khawatir kekuatan Islam manggung di pentas dunia dan menyingkirkan nila-nilai jahili yang mereka usung.
Kaum mukmin (umat Islam) memang tengah berada dalam ujian besar belakangan ini, akibat kampanye gencar antiterorisme yang dilancarkan negara-negara Barat pimpinan Amerika Serikat. Namun sangat jelas, arahnya adalah pelumpuhan kekuatan Islam.
Akhirulkalam
Beratkah menjadi seorang mukmin (muslim)? Tidak, jika keimanan itu ikhlas atau sepenuh hati. Orang beriman sudah menyerahkan sepenuh jiwa-raganya hanya untuk Allah.
Ya, berat, jika keimanannya setengah hati atau terpaksa. Al-Quran sendiri mensinyalir adanya orang yang beriman setengah hati.
"Dan di antara manusia ada yang mengabdi pada Allah dengan berada di tepi (setengah hati, ragu-ragu). Jika kebaikan menimpanya, ia merasa tenang dan jika ditimpakan padanya kerugian berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat dan itulah kerugian yang nyata." (QS. Al-Hajj:11).
"Dan di antara manusia ada yang mengabdi pada Allah dengan berada di tepi (setengah hati, ragu-ragu). Jika kebaikan menimpanya, ia merasa tenang dan jika ditimpakan padanya kerugian berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat dan itulah kerugian yang nyata." (QS. Al-Hajj:11).
Semoga kita, kaum Muslimin-Muslimat di mana pun, mampu mengatasi ujian keimanan dan tantangan dakwah Islam. Allah SWT menilai upaya (ikhtiar) yang kita lakukan, bukan hasi. Hasil, Allah yang menentukan sebab Dia Mahatahu yang terbaik. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*
Post a Comment