Nabi Muhammad Saw dan para sahabat memberikan teladan semangat dan kerelaan dalam berkorban jiwa, harta, dan apa saja, demi melaksanakan perintah Allah dan membela kebenaran risalah Islam.
Memperkuat jiwa atau semangat pengorbanan harus terus dilakukan, khususnya oleh para aktivis dakwah, karena medan dakwah merupakan aktivitas yang paling banyak menuntut pengorbanan –tenaga, pikiran, waktu, harta, bahkan nyawa.
Motif pengorbanan itu tidak lain adalah cinta kepada Allah (mahabbatullah) dan demi mencapai keridhoan-Nya dengan imbalan surga.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan Allah“ (QS. Al-Baqarah: 207).
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (QS. 9:111).
Para nabi dan rosul merupakan orang-orang yang mencintai Allah dan sanggup berkorban apa saja dalam mewujudkan cinta mereka. Karena itu, tingkah laku dan sepak terjang mereka senantiasa menjadi cerminan bagi para pengikutnya sampai ke saat kita sekarang ini.
Allah membuktikan, berkorban dalam arti sesungguhnya dapat dilakukan oleh manusia-manuisa biasa seperti kita (QS. Al-Baqarah: 207).
Pengorbanan yang dilakukan oleh Rasulullah, para shahabat, dan mujahid-mujahid Islam terdahulu bukanlah sekedar pemotongan hewan Qurban setahun sekali, tetapi telah wujud dalam kehidupan nyata.
Abu Bakar Shiddiq tampil dengan segala pengorbanan untuk menyelamatkan dakwah yang dilakukan Rosulullah Saw. Ia pasang badan untuk menjadi tameng Rasulullah Saw dari segala kemungkinan buruk yang direncanakan oleh orang-orang kafir Quraisy. Ia korbankan pula hartanya. Bahkan ia kerahkan anggota keluarganya untuk turut berkontribusi bagi dakwah. Apa yang beliau lakukan itu, sesuai benar dengan ungkapannya sendiri, Hal yanqushud-dinu wa ana hayyun (Tidak boleh Islam berkurang sementara saya masih hidup).
Saat Rasulullah masih tinggal di Makkah, tercatat nama seperti Sumayyah, seorang wanita yang menjadi syahidah pertama dalam sejarah Islam, Bilal, Zanirah, dan lain-lain yang disiksa karena keimanan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam peperangan, para prajurit Islam berkorban dengan pengorbanan yang patut diteladani. Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abdul Muthollib, Abdullah bin Rawahah menjadi syuhada Uhud. Khabbab bin Arats disalib dan disiksa sampai menemui ajalnya oleh orang-orang musyrik.
Mush'ab bin Umair menemui syahidnya dengan bermandikan darah di perang Uhud. Masih banyak para syuhada atau ksatria dari para sahabat yang tidak mungkin disebutkan satu persatu namanya. Berlandaskan cinta, demi ridho Allah, mereka mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk tegaknya syiar Islam.
“Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan (bisnis) yang kamu khawatiri kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah, Rasul, dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya” (QS. At-Taubah:24).
Kesiapan berkorban umat Islam
Kaum muslimin dituntut untuk siap berkorban demi tegaknya Islam. Mereka dapat memberikan apa saja untuk membangun masyarakat Islam di berbagai bidang, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Kesiapan berkorban lahir dari kesungguhan jiwa dalam menempuh perjuangan. Berkorban di jalan Allah merupakan realisasi dari jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujaraat:15).
Proyek da'wah Islam yang dipelopori Rasulullah memerlukan para aktivis dakwah yang siap memberikan apa saja yang mereka miliki dalam rangka menyukseskan iqomatud diin (penegakkan Islam). Ruhut tadhiyah (jiwa berkorban) hendaknya selalu hidup dalam dada mereka dalam membela Islam. Wallahu a’lam. (www.risalahislam.com).*
Memperkuat jiwa atau semangat pengorbanan harus terus dilakukan, khususnya oleh para aktivis dakwah, karena medan dakwah merupakan aktivitas yang paling banyak menuntut pengorbanan –tenaga, pikiran, waktu, harta, bahkan nyawa.
Motif pengorbanan itu tidak lain adalah cinta kepada Allah (mahabbatullah) dan demi mencapai keridhoan-Nya dengan imbalan surga.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhoan Allah“ (QS. Al-Baqarah: 207).
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar” (QS. 9:111).
Para nabi dan rosul merupakan orang-orang yang mencintai Allah dan sanggup berkorban apa saja dalam mewujudkan cinta mereka. Karena itu, tingkah laku dan sepak terjang mereka senantiasa menjadi cerminan bagi para pengikutnya sampai ke saat kita sekarang ini.
Allah membuktikan, berkorban dalam arti sesungguhnya dapat dilakukan oleh manusia-manuisa biasa seperti kita (QS. Al-Baqarah: 207).
Pengorbanan yang dilakukan oleh Rasulullah, para shahabat, dan mujahid-mujahid Islam terdahulu bukanlah sekedar pemotongan hewan Qurban setahun sekali, tetapi telah wujud dalam kehidupan nyata.
Abu Bakar Shiddiq tampil dengan segala pengorbanan untuk menyelamatkan dakwah yang dilakukan Rosulullah Saw. Ia pasang badan untuk menjadi tameng Rasulullah Saw dari segala kemungkinan buruk yang direncanakan oleh orang-orang kafir Quraisy. Ia korbankan pula hartanya. Bahkan ia kerahkan anggota keluarganya untuk turut berkontribusi bagi dakwah. Apa yang beliau lakukan itu, sesuai benar dengan ungkapannya sendiri, Hal yanqushud-dinu wa ana hayyun (Tidak boleh Islam berkurang sementara saya masih hidup).
Saat Rasulullah masih tinggal di Makkah, tercatat nama seperti Sumayyah, seorang wanita yang menjadi syahidah pertama dalam sejarah Islam, Bilal, Zanirah, dan lain-lain yang disiksa karena keimanan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam peperangan, para prajurit Islam berkorban dengan pengorbanan yang patut diteladani. Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abdul Muthollib, Abdullah bin Rawahah menjadi syuhada Uhud. Khabbab bin Arats disalib dan disiksa sampai menemui ajalnya oleh orang-orang musyrik.
Mush'ab bin Umair menemui syahidnya dengan bermandikan darah di perang Uhud. Masih banyak para syuhada atau ksatria dari para sahabat yang tidak mungkin disebutkan satu persatu namanya. Berlandaskan cinta, demi ridho Allah, mereka mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk tegaknya syiar Islam.
“Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan (bisnis) yang kamu khawatiri kerugiannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah, Rasul, dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya” (QS. At-Taubah:24).
Kesiapan berkorban umat Islam
Kaum muslimin dituntut untuk siap berkorban demi tegaknya Islam. Mereka dapat memberikan apa saja untuk membangun masyarakat Islam di berbagai bidang, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Kesiapan berkorban lahir dari kesungguhan jiwa dalam menempuh perjuangan. Berkorban di jalan Allah merupakan realisasi dari jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujaraat:15).
Proyek da'wah Islam yang dipelopori Rasulullah memerlukan para aktivis dakwah yang siap memberikan apa saja yang mereka miliki dalam rangka menyukseskan iqomatud diin (penegakkan Islam). Ruhut tadhiyah (jiwa berkorban) hendaknya selalu hidup dalam dada mereka dalam membela Islam. Wallahu a’lam. (www.risalahislam.com).*
Post a Comment